Skip to content Skip to left sidebar Skip to right sidebar Skip to footer

Tag: Penghayat Kepercayaan

Studi Banding dari Dinas Kebudayaan & MLKI DIY

AKP.OR.ID (Pasewakan Kerta Tataning Hirup Linuwih, Ciparay, 15/08/2019) Aliran Kebatinan “PERJALANAN” menerima kunjungan studi banding dari Dinas Kebudayaan dan Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (MLKI) Provinsi DIY. Pada pukul 10:00 WIB, rombongan sebanyak ±50 orang disambut oleh para pengurus Aliran Kebatinan “PERJALANAN” beserta warga yang hadir. Tujuan kegiatan studi banding ini sebagai kegiatan pembinaan Penghayat Kepercayaan, Adat dan Tradisi (Program Adat, Seni, Tradisi dan Lembaga Budaya).

“Acara studi banding ini dikemas dalam bentuk diskusi santai, nantinya akan ada beberapa pembicara baik dari organisasi dan dari pihak Dinas Kebudayaan dan MLKI DIY, jadi para peserta akan mempelajari tentang organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN” dari segi organisasi dan ajarannya” Ujar Bpk. Muchtar Budiman selaku Panitia Acara.

Acara dimulai dengan ‘mengheningkan cipta’ yang dipimpin oleh Bpk. Mimin selaku pinisepuh DMD Jawa Barat organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN”. Acara selanjutnya yaitu menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin oleh Jesika (generasi muda dari DKI Jakarta).

Selanjutnya, acara di isi dengan sambutan-sambutan:

  1. DMD Provinsi Jawa Barat Aliran Kebatinan “PERJALANAN” (Bpk. Ade Taryo);
  2. Dinas Kebudayaan DIY Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Seksi Adat & Tradisi (Bpk. Drs. Danang Sujarwa);
  3. Ketua MLKI DIY (Bpk. Drs. Bambang Purnomo, SH., M. Kn).

Setelah sambutan-sambutan selesai, masuklah pada acara pemaparan organisasi oleh Bpk. Andri Hernandi selaku ketua umum Aliran Kebatinan “PERJALANAN”. Beliau mengutarakan kebahagiannya telah terlaksananya acara kunjungan tersebut “..saya sangat bangga dan bahagia, dapat menerima kunjungan studi banding dari Dinas Kebudayaan dan MLKI Yogyakarta, tentunya ini merupakan sebuah kehormatan bagi kami..”

Paparan organisasi yang disampaikan oleh Bpk. Andri Hernandi, berisi tentang profil organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN”, mulai dari sejarah, kepengurusan, keorganisasian, program kerja sampai aset organisasi.

Setelah selesai pemaparan yang disampaikan oleh Bpk. Andri Hernandi, acara selanjutnya yaitu sesi tanya jawab, peserta studi banding diberi waktu untuk bertanya kepada para pembicara terkait tentang pembahasan yang telah disampaikan.

Acara diakhiri dengan ramah tamah dan foto bersama. Banyak hal menarik yang terjadi, beberapa peserta ada yang bercengkrama dengan warga Aliran Kebatinan “PERJALANAN”, beberapa peserta juga ada yang berfoto ria, ada yang ikut bernyanyi bersama dengan para pemain kecapi suling, ada juga yang “temu kangen” para penyuluh kepercayaan yang sebelumnya memiliki kegiatan bersama pada Bimtek Penyuluh Kepercayaan.

Tak lupa juga, kegiatan ini dihadiri oleh ketua MLKI Propinsi Jawa Barat, Bapak Suryama memberikan cendera mata kepada ketua MLKI Propinsi DIY, Bpk. Drs. Bambang Purnomo, SH., M. Kn.

Acara ini berjalan dengan lancar dan sukses, total dihadiri oleh ± 170 orang.

Terimakasih kepada para peserta, pendamping dan penanggung jawab studi banding dari Dinas Kebudayaan dan MLKI Daerah Istimewa Yogyakarta, kepada para pengurus organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN” dan kepada seluruhnya yang telah ikut membantu dalam mempersiapkan acara ini.
Rahayu…

Tanggal Satu Bulan Juni

Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa Indonesia, pada hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat fundamental, sistematis, dan holistik. Sila per sila yang tersusun adalah satu kesatuan yang bulat, utuh, dan hirarkis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu sistem filsafat. Didasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang berdasarkan kepada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. [1]

Dikutip dari laman resmi Kemendagri, penetapan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila sempat diperdebatkan di era kepemimpinan Presiden Soeharto. Pasalnya, sikap pemerintah terhadap Pancasila ambigu. Pada tahun 1970, pemerintah orde baru melalui Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pernah melarang peringatan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Sejak masa pemerintahan orde baru, sejarah tentang rumusan-rumusan awal Pancasila didasarkan pada penelusuran sejarah oleh Nugroho Notosusanto melalui buku Naskah Proklamasi jang Otentik dan Rumusan Pancasila jang Otentik. Setelah reformasi 1998, muncul banyak gugatan tentang hari lahir Pancasila yang sebenarnya. Setidaknya ada tiga tanggal yang berkaitan dengan hari lahir Pancasila, yaitu tanggal 1 Juni 1945, tanggal 22 Juni 1945 dan tanggal 18 Agustus 1945. [2]

MENGAPA TANGGAL 1 JUNI YANG DIPILIH?Pada Perpres tersebut dijelaskan bahwa penetapan hari lahir Pancasila mengacu pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 29 Mei-1 Juni 1945. Dalam hari-hari itu, ada 3 orang tokoh yang memaparkan tentang dasar negara yakni Muhammad Yamin, Soepomo, kemudian Soekarno. [3]

Istilah Pancasila baru diperkenalkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945. Tetapi masih ada proses selanjutnya yakni menjadi Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22 Juni 1945 dan juga penetapan Undang-undang Dasar yang juga finalisasi Pancasila pada 18 Agustus 1945.

Hari lahirnya pemikira Pancasila sebagai isi batin orang Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, dan dijadikan hari libur Nasional 1 Juni 1945, seudah ada sejak zaman Bung Karno. Sumber: Facebook (Indonesia Jaman Dulu)

“Bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara,” tulis perpres itu.

Rumusan yang disampaikan Soekarno pada waktu itu pun berbeda dengan susunan Pancasila yang kita kenal sekarang. Dasar negara yang disampaikan Bung Karno waktu itu secara berurutan yakni: Kebangsaan, Internasionalisme atau perikemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa–namanya ialah Pancasila,” tutur Soekarno dalam sidang BPUPKI seperti dikutip dalam buku Tjamkan Pancasila: Pancasila Dasar Falsafah Negara.

Oleh para anggota BPUPKI kemudian disepakati bahwa pidato Soekarno-lah yang menjawab pertanyaan sidang tentang apa dasarnya Indonesia merdeka. Setelah itu dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

“Pidato itu menarik perhatian anggota Panitia dan disambut dengan tepuk tangan yang riuh. Sesudah itu sidang mengangkat suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila yang diucapkan Bung Karno itu,” tulis Muhammad Hatta tahun 1978 dalam Wasiat Bung Hatta kepada Guntur Soekarno Putra seperti dilampirkan di buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia cetakan tahun 2011.

PPKI terdiri dari 9 orang dan dalam perjalanannya sempat merumuskan Piagam Jakarta. Tetapi kemudian isi dari Piagam Jakarta ditolak oleh perwakilan warga dari Indonesia timur. Sehingga pada 18 Agustus 1945 ditetapkanlah Pancasila yang kita kenal sekarang ini seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi:

Satu: Ketuhanan Yang Maha Esa

Dua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Tiga: Persatuan Indonesia

Empat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan

Lima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

PANCASILA: MAKNA KENYATAAN YANG HAKIKI BANGSA INDONESIA [4]Memahami Pancasila pada dasarnya adalah salah satu upaya/pernyataan etis dari setiap warga negara yang secara sadar membebaskan segala atribut-atribut individualis-egois yang melekat pada dirinya. Dalam pada itu, kenyataan yang sesungguhnya telah memberikan gambaran bahwa Pancasila lahir sebagai perwujudan dari palsafah dan pandangan hidup bangsa. Pemahaman sila-sila dari Pancasila tidak dapat diartikan/dimaknai secara sendiri-sendiri, akan tetapi harus menyeluruh sebagai mata rantai yang saling berhubungan dan tak terpisahkan satu sama lain. Memahami hanya salah satu sila dari Pancasila, sama artinya dengan memutus rantai ikatan sila yang satu dengan sila yang lainnya, sehingga pengertiannya akan tidak sempurna. Oleh karena itu, memahami Pancasila berarti memahami kenyataan yang sesungguhnya dan sebenar-benarnya tentang hakikat hidup.

Adapun untuk memahami Pancasila, tentunya harus diawali dari sila :

KETUHANAN YANG MAHA ESA ~ Pengakuan mutlak bangsa Indonesia terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat disangkal lagi. Pengakuan ini bersumber pada kesadaran utuh bangsa Indonesia terhadap seluruh alam semesta yang tidak ada setitik lubang jarum pun yang tidak diliputi oleh Kuasa Tuhan  Yang Maha Esa, tidak terkecuali dalam diri manusia yang seluruh anggota badannya diliputi oleh Kuasa Tuhan (Ke- Tuhan-an), seperti :

  • Mata dengan awasnya
  • Kuping dengan dengarnya
  • Hidung dengan ciumnya
  • Otak dengan ingatnya
  • Hati dengan pikirnya
  • Mulut dengan ucapnya
  • Kaki dengan langkahnya
  • Tangan dengan obahnya
  • Saraf dengan rasanya

Ataupun ada pepatah/sastra pujangga mengatakan :

Kekayon rineka jalma, nggoleki kang anggoleki, dalang murba wayang, wayang murba dalang, nayaga wali sasanga, dalangna sang wali tunggal, tinongton anu nongtonna“.

Bila sepenggal kata yang digarisbawahi tersebut diartikan “… mencari yang mencarinya …“ yang bermakna manusia mencari Tuhan dengan segala kekuasaanNYa yang melekat dalam dirinya, maka janganlah samar dan keliru bahwa ADANYA Tuhan Yang Maha Esa NYATA yang meliputi seluruh yang telah dijadikanNya.

“Kuring percaya Gusti Nu Maha Suci geus ngajadikeun dunya katut pangeusina, ku ayana dunya katut pangeusina teh geus ngajadikeun lantaran ayana kuring sarerea“

Dari kutipan bahasa Sunda di atas pun, kiranya cukup dipahami tentang pengertian Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedekat apapun urat nadi dengan leher, masih ada antaranya. Akan tetapi Tuhan dengan seluruh mahlukNya sungguh tiada antaranya. Dengan demikian, kedudukan manusia adalah sebagai abdi Tuhan (Kawula Gusti), yaitu menjalankan darma dan karma untuk mengelola (Mardi) segala apa yang ada tersebut (Ika) atas dasar kesucian, tanpa ada kebohongan (jujur).

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB ~ Manusia sebagai mahluk yang paling mulia harus dapat memperlihatkan citra kemuliaanya itu. Kemuliaan itu hanya dapat terwujud dari perbuatannya yang berdasar pada sifat-sifat Tuhan Yang Maha Belas Kasih. Sifat belas kasih melahirkan peradaban manusia, dan menjadi ciri utama perikehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pada dasarnya perikemanusiaan adalah bagaimana manusia yang satu memandang diri manusia lain seperti memandang dirinya sendiri (mencintai sesama secara adil). Sikap ini tumbuh atas dasar keinsafan batin terhadap kenyataan bahwa diri manusia yang berasal dari sari-pati (Kama) tanah air (Nusa) sebagai tumpah darah (haribaan) yang menjadi sumber kehidupan dan penghidupannya sehingga kecukupan sandang, pangan, dan papan, tempat dimana ia lahir, hidup, dan berpulang (Pulih ka jati, pulang ka asal).

PERSATUAN INDONESIA ~ Semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk menghapus segala bentuk penjajahan di muka bumi pertiwi merupakan kesadaran seluruh rakyat. Kemerdekaan Indonesia dicapai atas perjuangan seluruh rakyat yang dilakukan secara bersama-sama tanpa terkecuali, bergotong royong, menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan dalam suasana kerukunan tanpa memandang golongan, suku, agama, adat istiadat, pangkat dan kedudukan, dan sebagainya. Oleh karena itu, bilamana negara kita  yang sudah merdeka ini, segala aturan negara hanya dikuasai/melindungi atas satu golongan/kelompok masyarakat tertentu, maka hal ini jauh dari kenyataan dan bahkan kemerdekaan Indonesia bisa dikatakan tidak jadi. Jiwa Persatuan Indonesia adalah kebangsaan yang bulat, yaitu kesadaran memiliki  harga diri, bangsa, tanah air, adat istiadat, negara dan pemerintahan sendiri, serta tidak ada sedikitpun itikad untuk meninggalkan kebudayaan yang berasal dari leluhur bangsa sendiri. Karena, kesemuanya itu bukanlah suatu kebetulan ataupun pemberian dari bangsa lain, namun sesungguhnya bangsa Indonesia terlahir atas Kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/PERWAKILAN. ~ Sebagai bangsa yang merasa memiliki negara yang berdaulat, sudah barang tentu harus taat dan patuh terhadap undang-undang dasar negaranya sendiri, sebagaimana undang-undang dasar itu dibuat dengan sebaik-baiknya (disepakati oleh seluruh rakyat) dan disesuaikan dengan waktu, tempat dan keadaan. Jiwa rakyat adalah sebaik-baiknya warga negara yang taat dan patuh terhadap negara dan pemerintahannya sendiri yang dibentuk secara hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat). Begitupun sebaliknya, kedaulatan rakyat adalah dasar kekuasaan pemerintah (Suara Rakyat adalah suara Tuhan). Oleh karena itu, secara konstitusional tidak dapat dipertanggungjawabkan, apabila diantara kita ada yang berkehendak untuk tidak menerima kemauan dari sebagian, meski sekecil apapun dari rakyat. Dengan kata lain, tidaklah konstitusional apabila kita memaksakan kemauan kita dengan tidak memperhatikan keinginan dan kepentingan sebagian, meski sekecil apapun dari rakyat.1 Pernyataan inilah yang merupakan dasar pelaksanaan musyawarah mufakat yang seutuhnya.

Untuk mewujudkan Kedaulatan Rakyat, maka setiap warga negara  harus tertanam jiwa rela berkorban demi membela dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan negara sampai titik darah penghabisan.

1 Kutipan Pidato Politik Partai Permai oleh I. Rustama Kartawinata dalam sidang Konstituante,1955.

KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA ~ Wujud Tuhan Yang Maha Esa nyata meliputi seluruh mahlukNya. Besar, kecil, atas, bawah, pria, wanita, tinggi, rendah, dan sebagainya. Sungguhpun segala keadaan itu sudah menjadi KEADILAN Tuhan yang tidak membeda-bedakan satu sama lain, karena semua berasal dariNya. Keadilan Tuhan merupakan hukumNya yang tidak bisa ditawar lagi. Maka Keadilan Tuhan harus menjadi sumber hukum masyarakat-sosial (abdi-abdi Gusti) yang benar-benar BENAR. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia hanya dapat terwujud oleh masyarakat Indonesia yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, yaitu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk menerima KodratNya ( boga rasa, rumasa tur tumarima) sebagai bangsa Indonesia, dan senantiasa secara bersama-sama mencari jalan keselamatan bagi seluruh mahluk Tuhan (Kawula Gusti).

MASA DEPAN BANGSA INDONESIA  [4]Masa depan bangsa terletak pada kemauan seluruh warga negaranya. Untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa, sudah seyogyanya setiap warga negara dapat mengetahui, memahami dan mempunyai itikad untuk melaksanakan segala aturan dengan sebaik-baiknya, supaya :

  • Sehat (cageur) dirinya, memiliki harga diri dan rasa yang sejati
  • Bajik/Bijak (bageur) perilakunya, menyadari sepenuhnya bahwa hidup dan penghidupan semua umat Tuhan berlaku hukum “Hanyakra Manggilingan”, sehingga mau menghormati dan menghargai sesama.
  • Benar (bener) pengetahuannya, menerima kenyataaan yang hakiki, dan tidak akan menngakui hak kepunyaan orang lain, kecuali milik pribadinya sendiri.
  • Pintar (pinter) Akunya, tidak melakukan perbuatan yang tidak wajib, serta kukuh teguh sebagai :
  • Orang; tidak menuruti nafsu, melepas amarah.
  • Manusia; cinta kasih terhadap sesama.
  • Bangsa; hidup rukun dengan sesama, mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, menjunjung tinggi kemerdekaan, kedaulatan rakyat dan negara, Sepi ing pamrih rame ing gawe, memayu hayuning bawana.
  • Kawula Nagara; taat dan patuh terhadap segala peraturan dan perudang-undangan negara, tidak melakukan Ma-7: Main, Maling, Madon, Mabok, Madat, Mangani, Mateni.
  • Kawula Gusti; menerima Kodrat dan Iradat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi hidup dan penghidupan kepada seluruh umat secara adil tidak membeda-bedakan.

Sudah jelas kiranya, tidaklah berlebihan jikalau Pancasila merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak bisa dipungkiri keberadaanya dalam nafas dan jiwa bangsa Indonesia. Pancasila menghampari seluas-luasnya bumi persada, dan menaungi cakrawala langit Indonesia, dimana seluruh bangsa Indonesai yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dapat hidup secara damai, aman dan sentosa, jauh dari segala iri dengki dan pertentangan. Maka Pancasila adalah makna kenyataan hakiki bangsa Indonesia sebagai bangsa yang Mardika. Mardika hidup di tanah airnya sendiri, Mardika memakai cara, ciri, adat, budaya, dan bahasanya sendiri, Mardika untuk menentukan nasibnya sendiri. Mardika dari segala belenggu penjajahan lahir dan batin (Mardika tina pangbobodo, pangbibita, panyingsieunan, jeung pamaksaan).

Barang siapa yang tidak mau mengakui dan melaksanakan Pancasila, berarti bukan warga negara. Dan barang siapa yang tidak mencintai nusa, bangsa, budaya, dan bahasanya sendiri, itu berarti yang disebut Mardika itu tidak ada.

REFERENSI:

[1] Firdaus Baderi. (2017, July) neraca.co.id. [Online]. http://www.neraca.co.id/article/87178/filosofi-pancasila
[2] Yandri Daniel Damaledo. (2018, Mei) www.tirto.id. [Online]. https://tirto.id/sejarah-hari-lahir-pancasila-yang-diperingati-besok-1-juni-2018-cLt3
[3] Bagus Prihantoro Nugroho. (2017, Juni) news.detik.com. [Online]. https://news.detik.com/berita/d-3517297/mengapa-1-juni-jadi-hari-lahir-pancasila
[4] DMP AKP, “Pancasila Makna Kenyataan Hakiki Bangsa Indonesia,” Paper, vol. I, no. 5, pp. 2-4, July 2006.

 

Penghayat Yang Indah Pada Waktunya

Sabtu 16 September 2018, Pukul 19:00 WIB telah terlaksana dengan sukses Seminar dan Penyuluhan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Aliran Kebatinan “PERJALANAN” dengan tema “Penghayat yang indah pada waktunya” yang telah diselenggarakan oleh POKJA AKP dan generasi muda Aliran Kebatinan “PERJALANAN”.

Kegiatan seminar ini bertempat di gedung Pasewakan Kerta Tataning Hirup Linuwih, yang dihadiri oleh 120 peserta terdiri dari Dewan Musyawarah Pusat, Dewan Musyawarah Daerah Tingkat I – III, para pemuka penghayat, para pinisepuh dan Generasi Muda Aliran Kebatinan “PERJALANAN”.

Seminar bertemakan “Penghayat yang Indah pada Waktunya” akan mengundang beberapa stakeholder organisasi Aliran Kebatinan “PERJALANAN” terkait sebagai pembicara/narasumber. Diantaranya:

  1. Ija Sonjaya S.Pd.MM.Pd dengan materi “Ingin kawin ala-ala Penghayat? Kawin Kontrak? atau Kawin Lari?”
  2. Ade Witarsa S.Pd dengan materi “Jadi Penghayat takut sekolah? gadapet nilat? ga naik kelas?”
  3. Gayes Mahestu S. S., M.I.KOM dengan materi “Antara ada dan tiada, jadi Penghayat seperti makhluk gaib?”
  4. Asmat Susanto S.Pd.,MM dengan materi “Dikubur susah? Ngurus KTP ribet? Kawin gak jadi?”

Seminar ini diselenggarakan sebagai pembekalan kepada seluruh Warga Aliran Kebatinan “PERJALANAN” terutama generasi mudanya dalam hal eksistensinya sebagai seorang Penghayat Kepercayaan dalam pelaksanaan perundang-undangan terkait hak dan kewajibannya sebagai seorang Penghayat Kepercayaan khususnya dalam bidang pendidikan.

Waktu lebih banyak diberikan kepada peserta seminar untuk diskusi dan tanya jawab. Irfan sebagai moderator seminar membagi termen tanya jawab bagi peserta seminar pada tiap sesi pemaparan materi. Para peserta seminar antusias memberikan pertanyaan kepada para narasumber terkait materi yang disampaikan.

Asmat Susanto mengutarakan kebanggaannya atas suksesnya acara tersebut, “Saya sangat bangga dalam suksesnya acara ini, semoga dengan adanya seminar perdana ini dapat menjadi celah untuk para generasi muda dalam menjalankan karma dan darma nya sebagai penghayat kepercayaan, tidak takut lagi, tidak malu lagi, tidak minder lagi karena dalam segala hal perihal hak sudah hampir rampung di dukung oleh pemerintah, hanya tinggal kita melaksanakannya saja. Semoga acara seperti ini dapat diadakan dan diagendakan serta lebih ditingkatkan lagi, Semangat generasi muda, Harus bangga menjadi Penghayat Kepercayaan”

Sementara itu, pada bagian akhir seminar tim POKJA AKP menampilkan short video bertemakan “SAYA BANGGA MENJADI PENGHAYAT KEPERCAYAAN” berdurasi 7:30 menit. Dilanjutkan oleh renungan dan pembacaan sajak oleh teh Wiwin dan Bpk Andri Hernandi.

Kegiatan seminar berakhir pada pukul 23:10 WIB.

DOWNLOAD MATERI SEMINAR DISINI:

NARASUMBER MATERI DOWNLOAD
Ija Sonjaya S.Pd.MM.Pd Ingin kawin ala-ala Penghayat? Kawin kontrak? atau Kawi Lari? DOWNLOAD DISINI
Ade Witarsa S.Pd Jadi Penghayat takut sekolah? ga dapet nilai? ga naik kelas? DOWNLOAD DISINI
Gayes Mahestu S. S., M.I.KOM Antara ada dan tiada, jadi Penghayat seperti makhluk gaib DOWNLOAD DISINI
Asmat Susanto S.Pd.,MM Dikubur susah, ngurus KTP ribet, Kawin gak jadi? DOWNLOAD DISINI
Wiwin Rubianto Sajak Kami Indonesia, bangga menjadi Penghayat Kepercayaan DOWNLOAD DISINI